Rahasia Kecemerlangan Sahabat Nabi Yang Banyak Dilupakan Kaum Muslimin


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan para sahabat yang mulia adalah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi ini. Tiada satu pun generasi yang sejarahnya dibahas dan senantiasa aplikatif untuk diterapkan hingga akhir zaman, kecuali generasi ini.
Apa rahasianya?
Riwayat berikut ini hendaknya membuat kita memahami kemudian meniti jalan yang telah ditempuh oleh para sahabat hingga berhak memenangkan piala peradaban.
Sahabat mulia ‘Utbah bin Ghazwan Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Pernah suatu ketika, saya bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Kami tidak mendapatkan makanan, kecuali dedaunan. Kami mengonsumsi daun-daun itu hingga sudut mulut kami terluka.”
Itulah episode yang pernah dialami generasi terbaik kaum Muslimin. Episode ini hendaknya tidak dilewatkan begitu saja, tapi dicermati sebagai sebuah pembelajaran.

“Aku bangkit ke arah kain sarungku,” lanjut sahabat ‘Utbah bin Ghazwan sebagaimana dikutip oleh Dr ‘Abdullah ‘Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah, “dan aku merobeknya menjadi dua bagian.”
Satu bagian diberikan kepada sahabat mulia Sa’ad bin Malik, dalam riwayat lain disebutkan Sa’ad bin Abi Waqqash. Sedangkan yang satu bagian digunakan sendiri oleh ‘Utbah bin Ghazwan. Keduanya mengenakan kain tersebut sebagai penutup badan.
“Kini,” ujar ‘Utbah bin Ghazwan, “kami berdua telah menjadi Gubernur kaum Muslimin.” Saat tengah memegang tampuk kepemimpinan kaum Muslimin itu, sahabat mulia ‘Utbah bin Ghazwan Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah Ta’ala; jangan sampai aku terlihat besar dalam pandangan manusia, tapi kecil dalam penilaian Allah Ta’ala.”
***
Kalimat terakhir inilah rahasia kecemerlangan generasi sahabat yang mulia. Kalimat yang lahir dari sucinya ruhani dan cemerlangnya otak. Kalimat yang tidak bisa diucapkan oleh sembarangan orang. Pun jika terucap, banyak orang miskin iman yang tak mampu mengaplikasinnya dalam kehidupan sehari-hari.
Hendaknya kita bertanya kepada diri sendiri; adakah kita lebih sibuk terlihat mulia di hadapan makhluk dibanding kesibukan memperbaiki diri agar ternilai baik oleh Allah Ta’ala?
Apakah kita lebih suka mendapatkan pujian di sisi manusia dan mengabaikan pujian dari Yang Maha Terpuji?
Jika demikian, pantas saja kita belum mampu merebut piala peradaban. Sebab kesibukan kita pada makhluk, bukan kesibukan beribadah kepada Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesan Terindah Dari Doa Nabi Sulaiman AS

12 Ayat Al Qur’an Telah Dibuktikan Secara Ilmiah. Salah Satunya Tumbuhan Bertasbih

Jangan Malu Terlihat Miskin, Malulah Saat Pura-Pura Kaya, Bagikan Jika Setuju!