Bersyukur dengan Segala Kondisi yang Kita Hadapi


Ada kisah nyata, 2 orang wanita yang saya kenal, mereka sudah berumah tangga sekitar 10 tahun.
Yang satu sudah memiliki rumah seharga setengah Milyar, juga punya kendaraan mobil, motor, anak-anak yang sehat, suami yang setia, rajin shalat, orangtuanya masih lengkap dan sehat wal afiat.
Sedangkan satu lagi masih tinggal di rumah kontrakan, jangankan mobil, motor saja masih mencicil, wanita ini pernah 2 tahun tidak dinafkahi suaminya, juga pernah diselingkuhi. Setelah cukup lama menikah baru dikaruniai anak. Ia memiliki orangtua yang sakit-sakitan dan perlu dinafkahi juga.
Dari kisah di atas, saya duga sebagian besar teman-teman menganggap wanita pertama pastilah hidup dengan sangat bahagia, sedangkan wanita kedua kemungkinan besar hidup murung dan penuh air mata. Benarkah dugaan teman-teman seperti itu?
Percayakah kalau saya bilang dugaan tersebut salah besar?
Justru wanita di kisah pertama merasa hidupnya amat tidak bahagia, bahkan dia merasa sepertinya sudah sejak dalam kandungan ibunya dulu, dirinya sudah Allah tentukan terlahir tidak bahagia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena ia memilih sikap yang salah, alih-alih bersyukur dengan apa yang dimiliki, ia justru mengeluh dengan apa yang tidak dimilikinya.
Sedangkan wanita kedua hidup biasa-biasa saja, bahkan cenderung happy sampai-sampai banyak orang mengira ia tidak punya masalah sama sekali.
Aneh tapi nyata? Tapi itu yang terjadi. Barangkali Sahabat di sini juga pernah menjumpai hal serupa?
Saya perlu memberi ilustrasi kisah nyata di atas agar Sahabat semua bisa memahami bahwa kondisi kita bukanlah hal yang penting!
Misalnya, ada Sahabat di sini yang sudah menjomblo puluhan tahun? Terlilit utang menumpuk? Punya orangtua sakit stroke? Punya masa lalu buruk? Menjadi tulang punggung keluarga? Gaji tak sampai UMR? Punya penyakit atau cacat sejak lahir? Orangtua bercerai dan keluarga broken? Apapun kondisinya, itu semua bukan masalah!
Yang benar-benar bisa menjadikan hal tersebut masalah justru adalah sikap kita yang salah!
Orang yang ketika jomblonya banyak mengeluh, baperan, percayalah ketika menikah pun akan masih tetap mengeluh dan baperan.
"Kapan siih jodoh gue dateeeeng?"
Setelah nikah, "Kapan sih gue dipercaya punya momongan?"
Setelah punya anak, "Kapan sih penderitaan ini berakhiiiiir??!!! Gue kok hidup gak pernah ngerasain sedikitpun bahagia."
Weleh-weleh...
Dalam kondisi apapun, seseorang yang memilih sikap mengeluh akan selamanya mengeluh. Sekalipun ia hidup di antara emas berlian, tapi ia akan tetap melihat pecahan beling dan mempermasalahkannya.
Percaya deh, salah sikap bisa membuat penyesalan seumur hidup. Oleh sebab itu, kajian kali ini akan membahas beberapa tips agar kita memiliki sikap tepat dalam memaknai segala kondisi yang terjadi dalam hidup kita.
1. Menyadari bahwa kondisi itu adalah soal ujian, sikap yang kita lakukan untuk merespon kondisi tersebut adalah jawaban kita.
Kira-kira seorang guru akan menilai soal ujian atau jawaban ujian? Yaa tentu saja jawaban ujian, soal-soalnya kan dia sendiri yang buat.
Sama halnya, Allah menilai SIKAP kita, bukan KONDISI kita.
Dan lagi, KONDISI kita sering kali merupakan sesuatu yang berada di luar kekuasaan diri kita, kondisi kita merupakan soal ujian yang Allah berikan untuk kita, yang dinamakan takdir. Memang ada yang bisa diubah, tapi ada juga yang tak bisa diubah.
Satu-satunya yang bisa kita kontrol adalah SIKAP. Maka dengan menyadari hal ini, semestinya kita sadar bahwa yang membuat kita tidak bahagia bukan karena kondisi kita yang masih jomblo, atau bukan karena pernikahan kita yang terasa hambar, tapi karena sikap kita keliru... Kita sendiri yang memilih untuk tidak bahagia lalu menyalahkan kondisi sebagai kambing hitamnya.
2. Fokuslah pada tujuan akhirat!
Orang yang berorientasi dunia biasanya akan merasa hidup itu tak pernah memuaskan, ada saja ujian silih berganti. Baru selesai masalah yang satu, sudah datang masalah lain.
Tapi orang yang berorientasi akhirat akan tahu persis bahwa setiap ujian yang menimpanya dapat menghapus dosa-dosanya, dapat mengangkat derajatnya di hadapan Allah, sehingga ia tidak stres menghadapi ujian terus-menerus melainkan bisa menikmatinya.
Sama seperti seseorang yang mendaki gunung, makin mendaki terasa makin sulit, makin pegal, makin sesak, tapi di saat yang sama juga makin senang karena berarti puncak akan segera sampai.
3. Selalu lihat ke bawah!
Orang-orang yang sulit bersyukur biasanya karena kebanyakan membandingkan hidupnya dengan kehidupan orang lain yang lebih tinggi darinya.
Kalau mau bersyukur, Rasulullah dalam sebuah haditsnya menyuruh kita untk melihat ke bawah untuk urusan duniawi, yakni lihatlah orang yang lebih susah, lebih miskin, lebih parah penyakitnya, sehingga kita bisa lebih mudah bersyukur.
4. Fokus pada solusi
Orang salah bersikap karena fokus pada masalahnya, bukan pada solusinya.
"Gue nih jomblo Bro, makanya gue sedih banget. Makan makan sendiri, tidur tidur sendiri, bayar listrik sendiri..."
Mustinya cari solusi dong gimana caranya biar bisa makan berdua, tidur berdua; ngekos misalnya. Hehe.
Fokus pada solusi akan membuat sikap kita lebih terarah dan positif.

Sumber : ummi-online.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Tinggi Tak Menjamin Kesuksesan, Tekad dan Kerja Keras Adalah Kunci Penting Meniti Karir Masa Depan

Inilah 6 Janji Allah Kepada Orang Yang Rajin Bersedekah

Jangan Malu Terlihat Miskin, Malulah Saat Pura-Pura Kaya, Bagikan Jika Setuju!