Inilah Cara Mencari Jodoh Impian
Tidak ada manusia yang sempurna. Kita semua sadar akan kelemahan diri sendiri. Namun dalam urusan memilih jodoh, tentu kita tak ingin mendapat pasangan yang banyak kekurangannya. Siapa pun mengharapkan jodoh yang terbaik dan yang paling ideal; tampan, saleh, kaya, dari keluarga baik-baik, akhlaknya santun, dan punya masa depan cerah.
Seandainya jodoh sempurna dapat dibeli, tentu banyak orang yang bersedia membayar, berapa pun nilainya. Tentu saja hal ini tak mungkin. Selain jodoh memang bukan urusan jual beli, tidak ada manusia yang bisa dikatakan sempurna selain Rasulullah saw.
Pasangan impian, cari di mana?
Jodoh, sebagaimana maut, rezeki dan takdir, adalah rahasia besar Allah yang tidak dapat kita duga kedatangannya. Banyak insan yang masih melajang diliputi kegundahan yang tiada habisnya. Tuntutan hati, “Kapan aku menikah”? atau pertanyaan dari orang lain seperti, “Kok, belum menikah juga?” menjadi tekanan tersendiri yang sering menyesakkan dada.
Dilema belum mendapatkan jodoh sering kita temui menerpa Muslimah. Padahal jika ditanya apakah mereka mensyaratkan pasangan yang ideal, jawabannya ternyata tidak juga.
Seiring dengan bertambahnya usia, standar ideal pasangan hidup yang dicari oleh seorang Muslimah biasanya mengalami penurunan. Pertimbangannya menjadi realistis, pasangan impian yang dicari bukan lagi Arjuna yang serba sempurna. Berbagai risiko yang mungkin bisa terbayang akan rela dihadapi jika memang si dia yang apa adanya segera datang. Namun jika ternyata tak kunjung hadir, salahkan si Muslimah jika belum juga menikah?
Ustazah Eva Muzlifah, MA mengatakan bahwa seseorang yang belum bertemu jodoh tidak boleh berputus asa karena jodoh betul-betul urusan Allah. “Yang perlu ditanamkan adalah keyakinan pada Allah. Lalu ikhtiarnya perlu dikuatkan dan dievaluasi, apakah dia terlalu mencari yang ideal atau dia terlalu tertutup. Setelah tahu di mana kesalahannya, baru dibenahi,” ujar lulusan Fakultas Syariah Universitas Al Azhar Cairo ini.
Meski didesak usia, jangan sampai kita juga sembarangan dalam memilih pasangan. Sebab pernikahan adalah sesuatu yang besar dalam hidup seseorang. Dra Juliani Prasetyaningrum, MSi., Psi, psikolog dari Biro Konsultasi dan Pemeriksaan Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta ini mengatakan, “Saya kira suatu sikap yang kurang tepat jika tanpa ada argumentasi apa pun kita langsung menerima seseorang untuk menikah. Yang paling utama pertimbangkan dulu agamanya.”
Lalu cari di mana jodoh impian itu? Cari dengan sabar dan syukur, jawab Eva, seraya mengutip hadits, ”Sungguh ajaib perkara orang Mukmin. Jika ia mendapat kebahagiaan, ia bersyukur dan jika ia mendapat ujian ia bersabar, maka (hal itu) merupakan kebaikan baginya,” (HR Muslim).
Pasanganku tidak ideal!
Begitulah, yang belum menikah punya punya cerita ‘sedih’ sendiri ketika menanti sang Arjuna. Bagaimana dengan yang sudah menikah? Apakah lantas masalah selesai setelah pendamping setia ada di sisi? Ternyata tidak juga.
Dari berbagai program konsultasi yang tayang di berbagai media, banyak pasangan yang tidak merasa bahagia setelah menikah. Ketidakcocokan yang berujung pada perceraian bukan hal yang baru lagi. Apa yang salah di sini? Apakah setelah menikah bertahun-tahun baru disadari bahwa pasangan kita buka pasangan yang ideal sehingga pernikahan berat dipertahankan?
Inilah salah satu mengapa rahasia jodoh adalah di tangan Allah, dan pernikahan dicatat sebagai setengah dien. Allah memasangkan manusia bukan tanpa grand desain. Ia menyediakan ladang amal dan peluang pahala dalam setiap pernikahan melalui berbagai dilemanya. Mungkin melalui anak, ekonomi, atau tingkah laku pasangan yang tidak memuaskan.
Menurut Juliani, ada hasil penelitian yang membuktikan bahwa kemampuan masing-masing pasangan untuk menerima kekurangan pasangannya berpengaruh pada keharmonisan rumah tangga.
Jadi, bagi yang merasa sangat tidak beruntung dengan pasangannya, mari kembali mengevaluasi niat awal ketika menikah. Apakah betul-betul niat menikah dulu untuk ibadah, atau karena ada kecenderungan lain?
Hakikat pasangan hidup
Jika direnungkan, jodoh impian kita adalah sesuai dengan tingkat kedewasaan dan keimanan kita. Ada orang yang memimpikan mendapat suami yang ekonominya mapan karena ia sudah lelah menjalani hidup susah. Ada yang mengiba memohon kepada Allah dan meminta keadilan dari Allah supaya segera diberi jodoh tapi ikhtiarnya untuk menarik simpati Allah sangat sedikit. Maka tak heran jika Allah mengabulkan doa kita sesuai dengan kecenderungan sikap kita sendiri.
Pernikahan juga jangan dibayangkan dengan hal-hal yang indah saja. Bagi yang demikian, ia akan kaget menghadapi luar biasanya ujian dalam rumah tangga. Jika kesiapan hakiki tidak dipupuk sejak awal menikah, tak heran jika kalimat “tidak cocok lagi” bisa tumbuh seiring dengan kedewasaan yang tak juga cepat terbangun setelah menikah.
Padahal janji Allah itu pasti, “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sekadar sesuai kesanggupannya, ” (QS Al-Baqarah [2]: 286).
Di balik jodoh yang tak kunjung datang, sungguh terkandung hakikat-betapa Allah sangat sayang pada hamba-Nya, tidak ingin membuat kita yang belum siap menghadapi realita rumah tangga semakin terpuruk dengan ketidaksiapan kita.
Dan di tengah kekacauan hubungan kita dengan pasangan, jangan berpikir “mengapa suami selalu mengecewakan”? Tapi berpikirlah bahwa pasangan kita sesungguhnya bukan milik kita. Ia adalah milik Allah yang tengah dijadikan sebagai sarana Allah untuk membuat kita layak mendapatkan surga-Nya, melalui berbagai ujian kesabaran yang mengiringinya.
Maka jika suami kita adalah milik Allah dan niat menikah adalah betul untuk ibadah, kita tak akan terlalu banyak menuntut pada suami. Kebaikan kita untuknya pun tak harus mengharap balas.
Jadi, jangan bertanya kapan ujian ini berakhir melainkan kapan kematangan dan keimanan kita hadir?
Meutia Geumala
Komentar
Posting Komentar